Jumat, 04 Mei 2018

KOPONTREN TARBIYATUL WATHON

Yth. para insan yang budiman,
Kini  Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN) Tarbiyatul Wathon telah mengembangkan Bisnis Islam bekerjasama dengan Paytren milik PT. VERITRA SENTOSA INTERNASIONAL
Mari bersedekah ke Pondok Pesantren Tarbiyatul Wathon melalui pembayaran-pembayaran berikut:
1. BPJS KESEHATAN
2. TAGIHAN AIR
3. TAGIHAN LISTRIK
4. PULSA & TOKEN PLN
5. TIKET KERETA API
6. TIKET PESAWAT
7. CICILAN KREDIT
8. VOUCHER GAMES
9. SIARAN TV BERBAYAR

📞 085330417492

Selasa, 20 Maret 2018

LAIN DARI UMUMNYA GURU

Di zaman modern ini, masih banyak masyarakat yang memiliki persepsi bahwa guru yang keras adalah tidak ramah murid. Umumnya di sekolah-sekolah kampung. Tetapi persepsi tersebut tidak terbukti apabila kita menengok sang guru sejati di Tarbiyatul Wathon. Namanya adalah bapak Ach. Shufri Haq.

Bapak Ach. Shufri Haq, yang lebih akrab dipanggil Pak Shupri, dikenal sangat disiplin. Agaknya waktu adalah pedang bagi beliau. Beliau adalah guru yang unik dan penuh kesan. Banyak alumni Tarbiyatul Wathon yang memiliki kenangan manis dengan Pak Shupri. Termasuk saya, sebagai salah satu muridnya.

Mungkin orang lain menganggap biasa, tetapi bagi saya sendiri luar biasa. Salah satu yang luar biasa adalah ketika saya sering tidur di Asrama Pondok Pesantren Tarbiyatul Wathon bersama para santri. Ketika itu, waktu sudah menjelang masuk sekolah. Banyak santri yang tidur lagi setelah jamaah sholat shubuh karena kecapekan akibat begadang semalaman, disaat bersamaan, Pak Shupri menghampiri asrama sambil membunyikan klakson motornya memperingatkan para santri supaya cepat berangkat sekolah.

Hal seperti itu hampir dilakukan tiap hari oleh Pak Shupri. Tidak cuma santri putra, santri putri pun diperlakukan sama oleh beliau. Santri yang takut terlambat sekolah kebanyakan tergopoh-gopoh, hanya cuci muka kemudian langsung berangkat. Lucunya, santri yang tergopoh-gopoh tersebut nggak sempat pakai kaos kaki. Alhasil, di sekolah kena sanksi oleh Wakasis. Bisa jadi ini merupakan sebuah cambuk bagi santri Ponpes Tarbiyatul Wathon supaya tidak bermalas-malasan.

Di kesempatan yang lain, Pak Shupri sering melakukan blusukan ke kamar-kamar santri. Bila dijumpai banyak barang berserakan atau sampah yang belum dibuang, beliau langsung marah-marah dan berkata dengan logatnya yang khas, “santri iku sing reshik”. Tidak jarang beliau ikut membersihkan bahkan membuangnya ke tempat sampah. Kebersihan lingkungan madrasah pun tidak luput dari pantauan beliau, sampah sekecil apapun beliau tahu. Mata beliau memang benar-benar tajam kalau soal kebersihan.

Dalam mengajar, Pak Shupri adalah guru yang memfokuskan diri pada murid, bagaimana mendidik murid. Paling sering adalah mengajarkan filosofi hidup. Meskipun Nahwu adalah mata pelajaran yang diampunya, saya merasa bahwa beliau sedang mengajari saya bersikap. Nahwu hanyalah perantara. Tidak sedikit materi pelajarannya sudah saya lupa, tapi nasihat dan pengaruhnya dalam kehidupan masih saya rasakan hingga saat ini. Banyak murid yang mengagumi nasihat-nasihat beliau, saya menganggap beliau bukan hanya guru Nahwu, tetapi juga guru kehidupan.

Mengapa saya menganggap kenangan-kenangan itu luar biasa? Coba bayangkan, umumnya guru-guru, jarang sampai memperhatikan kebersihan lingkungan pondok bahkan madrasah hanya untuk kenyamanan belajar murid. Mereka biasanya hanya memperhatikan kebersihan ketika disowani oleh tamu penting. Tapi, semua itu tidak terjadi pada Pak Shupri.

Pak Shupri rela capek-capek keliling pondok, keliling madrasah hanya untuk mengecek kebersihan. Beliau sering memberi sanksi kepada murid yang melanggar peraturan sekolah, dengan menyuruhnya membersihkan sampah bahkan kakus. Hal itu dilakukan supaya murid merasa jera, dan disamping itu agar si murid terdidik memiliki kepedulian terhadap kebersihan lingkungan.

Pak Shupri adalah sosok yang sangat “istiqomah”, yaitu: tekun, telaten, ajeg, terus-menerus dengan tidak bosan-bosan dan mengamalkan apa saja yang dapat diamalkan. Hampir setiap hari beliau bangun pada jam 3 malam untuk sholat sunnah tahajjud, riyadhah maupun sholat-sholat sunnah lainnya. Setelah sholat shubuh beliau langsung pergi ke madrasah untuk mengajar ngaji murid-muridnya. Selesai mengaji disuruhnya murid-muridnya membersihkan kelas hingga tak ada satu pun debu yang menempel di jendela.

Itulah yang membuat Pak Shupri disegani, karena dikenal sebagai guru yang “luar biasa”, yang berbeda dengan guru-guru pada umumnya. Pak Shupri adalah guru yang menarik untuk diperbincangkan kala kumpul-kumpul bersama kawan-kawan alumni. Banyak yang sampai tertawa terpingkal-pingkal ketika mendengar cerita jenaka dari salah seorang kawan yang diselingi dengan menirukan gaya beliau. Kenangan-kenangan itu membuat saya makin kagum kepada beliau. Beliau adalah guru yang hebat yang pernah saya temui di Tarbiyatul Wathon.

Saya yakin di luar sana masih banyak yang memiliki kenangan tentang beliau yang mungkin lebih luar biasa ketimbang saya. Pastinya, kami merasa sangat kehilangan ditinggal beliau kembali kehadirat Allah Swt. Semoga beliau mendapat tempat yang terbaik disisiNya.

Selamat jalan bapak Ach. Shufri Haq. Terima kasih sudah menjadi salah satu pelita bagi hidup kami.

Campurejo, 17 Januari 2018

Mohammad Bahrul Ulum, Alumnus Tarbiyatul Wathon tahun 2009. Pengurus Pondok Pesantren Tarbiyatul Wathon.